UQBAH bin NAFI' (Pemancang Islam di Afrika)

October 04, 2017 2 Comments


Bermula dari pesisir Pantai Tanjah di Lautan Atlantik itu, Uqbah bin Nafi’ dan pasukan tentaranya bergerak terus menuju selatan. Berbekal amanat Khalifah Muawiyah, mereka telah menguasai seluruh Afikra Utara yang bermula dari kota Qairawan di Tunisia, terus ke Fazzan, serta akhirnya ke kota Elzab dan Tahrer.
            berbekal amanat Muawiyah,  Uqbah berhasil menguasai seluruh Afrika utara 
                                                        hingga ke Tunisia

Sifat-sifat yang berkembang segar dalam jiwa Uqbah bi Nafi’ dapat dilihat jelas lantaran ia tidak pernah letih atau puas melihat kejayaan pasukan tentaranya yang menguasai kota-kota di utara Afrika. Bahkan, ia masih merasa sedih karena tidak mampu menyeberangi lautan untuk menegakkan kalimat Allah.
Uqbah bin Nafi tidak saja terkenal sebagai seorang komander perang atau jenderal yang mampu menghentak pasukan tentaranya untuk mencerai-beraikan barisan musuh, namun ia juga terkeal sebagai seorang gubernur adil yang sanggup memerintah sebuah kerajaan. Kota Qairawan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Islam di Afrika Utara. Tujuan Uqbah menjadikan Qairawan sebagai pusat Islam di Afrika Utara ialah mengembangkan ajaran Islam di kawasan tersebut.
Sebenarnya, tidak banyak manfaatnya jika penaklukan dilakukan, tetapi tidak ada tindakan susulan untuk menunjukkan keindahan Islam kepada penduduk setempat. Ajaran Islam hendaklah dilaksanakan dan dititikberatkan agar penduduk yang baru memeluk Islam benar-benar paham dan dapat merasakan keindahan Islam yang benar.
Selain itu, pendirian kota jua akan memudahkan tentara Islam yang datang dari Damsyik untuk mengajarkan Islam kepada penduduk sekitarnya. Pengajaran yang menarik di sii ialah Uqbah bin Nafi’ mengimplementasikan sepenuhnya sunnah Rasulullah Saw dalam menyebarkan ajaran dakwahnya.
Islam memasuki daratan Afrika sejak pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab saat ia menguasai Mesir. Kemudian, pada pemerintahan Utsman bi Affan, tepatnya pada tahun 35 H, perluasan kekuasaan Islam sampai Tripoli bahkan mencapai beberapa kawasan Tunisia.
Proses perluasan wilayah kekuasaan  wilayah Islam sempat berhenti berkenaan dengan tebunuhnya Khalifah Utsman pada tahun 36 H, saat Muawiyah bin Abi Sofyan berkuasa penuh di Damaskus. Reorganisasi pemerintahan terus diupayakan, termasuk kelajutan perluasan wilayah kekuasaan Islam di daerah tanah maghribi.
Dengan diangkatnya Amr bin Ash sebagai Gubernur Mesir, kebijaksanaan memperluas wilayah kekuasaan Islam dihimpun kembali. Pada tahun 50 H, sebuah kawasan (yang akhirnya dikenal dengan nama Qairawan) yang terletak di wilayah Afrika Utara dapt dikuasai oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi’.
Qairawan terletak sekitar 156 km dari iu kota Tunisia. Kata “Qairawan” berasal dari bahasa Persia yang diserap ke dalam bahasa Arab yang berarti “tempat penyimpanan peluru”, “tempat turunnya pasukan tentara”, “waktu istirahat kafilah”, “tempat perkumpulan orang pada waktu perang”.
Pemilihan lokasi kota Qairawan dilakukan oleh Uqbah bin Nafi’ atas pertimbangan strategis. Suatu ketika, ia pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Penduduk negeri ini tidak memiliki moral yang jelas. Bila meendapat tekanan pedang (senjata), mereka akan memeluk Islam, tetapi bila umat Islam pergi, mereka kembali ke tradisi semula dan memeluk agama lamanya. Saya tidak melihat perlunya umat Islam tinggal bersama mereka. Saya justru berpendapat perlu membangun sebuah kota yang akan menjadi tinggal umat Islam bagi penduduk setempat”.
Para sahabat itu pun membenarkan pendapat Uqbah bin Nafi”.
Dibangunnya kota Qairawan merupakan permulaan sejarah peradaban Islam di Arab Magribi, Qairawan pernah memainkan dua peran dalam satu waktu, yakni perang dan dakwah. Dari kota itu, pasukan tentara Islam keluar melakukan penaklukan dan pembebasan, sedangkan para fuqaha’ menyebar ke pelosok negeri untuk mengajarkan bahasa Arab dan agama Islam.
Di Qairawan, Uqbah bin Nafi’ membangun tempat pemukiman baru bagi kaum muslimin membangun tempat pemukiman baru bagi kaum muslimin. Bahkan, kawasan tersebut dijadikan sebuah garnisun yang sekaligus berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi pemerintahan, pertahanan dan kegiatan keagamaan.
Pembangunan kota Qairawan ini berawal dari doa Uqbah bin Nafi yang terkenal, “Ya Rabbi, jika tidak terhalang oleh lautan dan samudra yang terbentang luas di hadapanku ini, maka aku akan menerobos seluruh daratan untuk berjuang di jalan-Mu”. Itulah perkataan Uqbah bin Nafi’ ketika pasukannya sampai di Lautan Atlantik. Keberanian dan kehebatannya dibingkai oleh kesadaran atas hubungan dirinya dengan Allah, yang merupakan “cermin” bagi setiap panglima dan prajurit.
                              Samudera Atlantik, pembatas Afrika Utara dan Eropa

Setelah berhasil menaklukan Tunisia di Afrika Utara melalui pertempuran dahsyat yang melibatkan adu kehebatan strategi dan taktik militer, Uqbah bin Nafi’ memerintahkan kepada pasukan Zeninya untuk membangun sebuah kota di sana. Akan tetapi, daerah tersebut ditumbuhi alang-alang yang lebar dan tinggi, serta di dalamnya hidup berbagai binatang buas, seperti singa, serigala dan ular. Sejenak, pasuskannya tertahan dan menunggu perintah dari sang panglima.
Lantas, Uqbah bin Nafi’ berdiri di tepi padang alang-alang seraya berkata, “Hai jamaah singa, serigala, ular dan semua binatang yang ada di daerah ini. Kami adalah para sahabat Rasulullah Saw. Kami berharap kalian segera meninggalkan daerah ini dengan aman dan damai. Jika kalian tidak mau, jangan salahkan kami bila bertindak dengan kekerasan”.
Tidak lama kemudian, binatang-binatag itu keluar dari tempat persembunyiannya dan hijrah ke tempat lain. Beberapa orang prjurit mengusulkan kepada Uqbah bin Nafi”, wahai Panglima, bagaimana jika kami membunuh saja binatang-binatang yang sedang berpindah tempat itu?” dengan nada marah, Uqbah bin Nafi’ menjawab, “bila kita membunuh mereka, berarti kita telah melanggar janji kita kepada Allah. Bukankah kita sudah memberikan keamanan dan kedamaian kepada binatang-binatang itu? Mengapa kita melanggar janji kita?
Aksi migrasi binatang selepas doa yang diucapkan oleh Uqbah bin Nafi’ menyebabkan penduduk asli beramai-ramai memeluk Islam. Selain itu, ia juga berdua kepada Allah Swt, supaya memakmurkan kota Qairawan, serta menjadikannya sebagai salah satu pusat Islam. Dengan niat yang tulus dan perjuangan yang ulet, Uqbah bin Nafi mulai membangun kota Qairawan pada tahun 50 H. Tujuan dibangunnya kota ini adalah agar umat Islam dapat tinggal dan menetap di tempat itu, karena Uqbah bin Nafi’ merasa khawatir bila penduduk asli bangsa Afrika kembali memeluk agama tradisionalnya jika ditinggalkan oleh umat Islam.
Salah satu bentuk perhatian Uqbah bin Nafi’ terhadap kota Qairawan adalah sesuatu yang dilakukannya setelah membangun kota tersebut. Ketika itu, ia mengumpulkan sahabt-sahabat dan tentara-tentara yang ikut bersamanya di kamp-kamp untuk diajak mengelilingi kota Qairawan. Selanjutnya, Uqbah bin Nafi berdoa, “Ya Allah, penuhilah kota ini dengan ilmu dan fiqh. Ramaikanlah dengan orang-orang yang taat dan beribadah kepada-Mu. Jadikanlah kota ini sebagai kebanggaan agama-Mu. Tinggikanlah Islam dengan kota ini”.
Ketika menyaksikan Uqbah bin Nafi’ membangun sendiri fondasi kota Qairawan, penduduk Barbar merasa kagum dengan pribadi keagamaan dan mental pengorbanannya demi Islam. Sikap kagum mereka itu membawa dampak positif yang ditandai denga datangnya sejumlah besar penduduk kepada Uqbah untuk menyatakan keislamannya dan bergabung ke dalam pasukan tentara Islam. Selain itu, dari segi relegius, kota Qairawan mempunyai tempat tersendiri di hati umat Islam setempat. Mereka menganggap Qairawan sebagai kota suci yang tidak boleh dimasuki, kecuali oleh umat Islam.
Selain itu, usaha dakwah yang ditunjukkan oleh Uqbah bin Nafi’ sepatutnya menjadi teladan lantaran ia senantiasa berusaha untuk mengajak manusia kembali kepada Islam denga tidak memandang status dan martabat mereka. Ia juga memandang masalah umat sebagai prioritas utama. Ini yang menyebabkan ia tidak pulang ke Damsyik, meskipun kota Qairawan sudah berjaya menjadi pusat penyebaran Islam, serta sebagai pusat tarbiyah kepada penduduk sekitar.
Setelah keadaan terkuasai sepenuhnya, serta mendapatkan dukungan dari kalangan luas pada tahun 50 H, Uqbah bin Nafi’ membangun masjid yang kini terkenal dengan sebutan Masjid Qairawan sebagai sentral dakwah dan berbagai kepentingan Islam lainnya. Masjid ini dibangun bersamaan dengan didirikannya kota Qairawan.
Dengan tanpa diduga sebelumnya, masjid tersebut akhirnya menjadi objek wisata tersohor sepanjang sejarah, selain merupakan masjid tertua di Arab maghribi. Masjid Qairawan memainkan peranan penting dalam bidang pendidikan. Selama abad ke-2 dan ke-3 H, Qairawan bahkan dianggap sebagai salah satu dari tiga pusat ilmu keagamaan selain Makkah dan Madinah.
Masjid tersebut juga merupakan sumber utama yang mengilhami seni ornamen dan arsitektur di Arab Maghribi dan Andalusia. Masjid Qairawan juga merupakan tempat belajar berbagai persoalan agama, bahasa dan ilmu pengetahuan, yang kelak menelorkan tokoh-tokoh terkemuka pada zamannya.

                                           Menara masjid di Kairouan, Tunisia
                               Kairouan adalah kota penting dalam sejarah Uqbah 
                             sebab Uqbalah yang mendirikan kota ini pada 871 M

Hingga kini, masjid tersebut tetap dianggap sebagai pusat dan simbol keagamaan di Tunisia, kendati tidak lagi dianggap sebagai “tempat suci” pada zamannya. Di dalam masjid dan sekolah Qairawan, dibangun sebuah perpustakaan. Kota Qairawan kemudian semakin meluas hinggaa menjadi salah satu kota paling terkenal di Arab Maghribi.

tampak keindahan ornamen masjid  Kairouan (Qairawan) 
yang mengilhami arsitek masjid di Andalusia dan Arab


Bermula dari Qairawan, cahaya Islam segera dipancarluaskan untuk menerangi kawasan-kawasan lainya yang ada di Afrika. Terlebih, setelah diangkatnya Musa bin Nushair sebagai kepala pemerintahan Ifrikiyah pada tahun 85 H. Dalam tempo kurang dari 10 tahun, Islam telah berjaya di seluruh daratan Afrika. Masjid Zaitun di Tunisia didirikann pada awal abad ke-8 M, serta menjadi pusat pengajaran dan kegiatan ilmiah. Sehingga dari masjid itulah, gelombang keilmuan memancar ke berbagai penjuru Afrika.
Qairawan merupakan pusat ilmu pengetahuan pertama di Arab Maghribi, yang disusul oleh Kordoba di Andalusia dan Fas di Maroko
Qairawan mempunyai peran penting dalam penyebaran dan pengajaran agama Islam, yang sesuai dengan harapan ketika pembangunan kota ini, yaitu untuk mengajak penduduk Afrika memeluk Islam. Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-151 H), ia ingin meningkatkan taraf pengetahuan agama penduduk kota Qairawan. Kemudian, ia menjadikan Qairawan sebagai sentral tempat delegasinya yang terdiri atas 10 ulama dari kalangan rabi’in yang dikirim ke Afrika untuk mengajarkan agama Islam kepada penduduk Qairawan.
Di sana, sudah ada tokoh-tokoh Qairawan yang sudah terkenal. Di antaranya adalah Imm Sahnun bin Said, murid Imam Malik; dan pengarang buku Al-mudawwanah yang berperan besar dalam mengkodifikasi mazhab Maliki, Imam Abu Zayid al-Qayrawani; serta Yahya bin Salamah al- Bashri. Sementara itu, di bidang kedokteran, dikenal pula keluarga Ibnul Jazzar.

Sayangnya, sang panglima itu sendiri, Uqbah Ibn Nafi’ dibunuh ketika dalam perjalanan pulang ke Qairawan selepas ia dan pasukan musuhnya kembali dari pertempuran di Algeria timur pada tahun 683 M. Kisah kepahlawanannya sepatutnya menjadi cotoh, terutama ia sering kali berusaha untuk menegakkan kalimat Allah.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

2 comments: