IRIT BICARA RAJIN BEKERJA

November 10, 2017 0 Comments


Semenjak muda, Soeharto identik dengan sikap diam dan bahkan cenderung dingin. Hal ini karena memang Soeharto irit sekali bicara. Dalam berbagai falsafah hidup yang dianutnya, tampak Soeharto lebih mementingkan tindakan, perbuatan nyata dan karya daripada hanya sekadar pembicaraan. Tak salah ketika sampai menjadi seorang presiden, Soeharto juga tak tampak mahir berpidato. Sikap diam Soeharto bukan karena dia tak mengerti tentang hal-hal yang sedang hangat, melainkan lebih pada pembawaan dan lingkungan masa kecilnya sebagai seorang anak yang ikut orang untuk berperilaku baik sehingga mendapat perlakuan yang baik pula.
Rame  ing gawe, sepi ing pamrih. Bekerja dengan karya nyata dan melepaskan diri dari keinginan untuk mengambil keuntungan pribadi atas apa yang telah dilakukan merupakan satu hal yang mencoba untuk dipegang oleh Soeharto. Demikian pula ada satu pepatah Jawa yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira menyatakan bahwa lebih baik melakukan satu kebaikan daripada berbicara tentang seribu kebaikan. Soeharto tak banyak bicara, menjaga sopan santun menjaga senyum dan menjaga kata-kata yang keluar dari bibirnya agar tetap nyaman didengar serta membawa manfaat bagi sesama. Meskipun nanti saat beranjak tua, Soeharto lebih terlihat sebagai sosok yang otoriter. Hal tersebut bukan lantas soeharto sudah tidak ngugemi atau menjaga falsafah hidup yang selalu dipegangnya, tetapi karena memang dia merasa telah cukup usia, telah beranjak menjadi tua, menjadi ratu yang semasa kecil dia pun mengharuskan dirinya untuk menghormati kesemuanya itu. Menghormati Tuhan, guru, ratu dan orangtua. Jadi saat Soeharto beranjak tua, pemikirannya generasi muda selayaknya menempatkannya ebagai orangtua dan bukan sebagai musuh bagi mereka.
Lebih banyak bekerja daripada bicara ini buktikan oleh Soeharto remaja dengan pilihannya untuk mencari kerja setelah putus sekolah lanjutan pertama di Muhammadiyah Yogyakarta. Saat anak-anak muda mulai melakukan aksi protes kepada Pemerintah Hindia Belanda dan melakukan gerakan perjuangan merebut kemerdekaan dengan cara masing-masing, Soeharto justru bekerja sebagai pembantu klereg pada bank desa. Setelah mengalami hambatan sebagai pembantu klereg, Soeharto sempat beberapa kali melakukan kerja sosial dengan membangun masjid, waduk, sampai lumbung secara gotong rorong dengan penduduk desanya. Soeharto tak pernah bisa duduk diam dan meratapi nasibnya saja. Soeharto gigih bekerja dan membangun sebisanya. Apa yang bisa dibantunya di desa dikerjakannya, ringan tangan inilah yang akan membawa pada kesuksesannya di masa mendatang. Tak sekadar slogan dan pembicaraan, tapi kerja nyata.
Saat pemuda-pemuda melakukan aksi protes kepada Belanda, Soeharto justru bekerja sebagai KNIL di bawah pimpinan Belanda. Apakah Soeharto tak ingin Indonesia merdeka? Tentu saja setiap orang Indonesia menginginkannya, tetpi Soeharto tetaplah kalem menghadapinya. Baginya menempa diri untuk mandiri didahulukan sambil mempelajari taktik perang yang dilancarkan oleh Belanda. Saat harus membela negara, Soeharto nyatanya telah menguasai taktik perang yang diajarkan Belanda sebelum dia resmi bergabung dengan KNIL dan taktik perang yang diajarkan Jepang saat dia bergabung dengan PETA.
Tekad kuat Soeharto untuk mengubah nasib dari seorang anak desa yang hidupnya jauh dari kemewahan menjadi orang yang cukup diperhitungkan memang berbuah manis. Dengan keteguhan dan ketangguhan usaha disertai doa yang terus dipanjatkannya sebagai wujud penghormatan terhadap Gusti Allah, cita cita Soeharto muda dikabulkan oleh-Nya. Soeharto yang anak Desa Kemusuk dan besar di Wuryantoro menjadi orang nomor satu di negara Indonesia, menjadi presiden RI sampai puluhan tahun lamanya. Kemudian hidup yang diperolehnya merupakan buah dari kekrja keras dari dua puluh tahun pertama kehidupannya yang penuh liku dan masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Keberhasilan Soeharto juga membuka mata semua orang bahwa bukan hanya mereka yang pandai saja yang bisa meraih cita-citanya, melainkan mereka yang cerdas, yang cerdik, yang sabar dalam melangkah juga bisa menggapai apa yang diinginkan. Soeharto bukan lulusan Akademi Militer karena dia hanya sekolah formal sampai setingkat SMP. Akan tetapi, Soeharto mampu menjadi seorang jenderal. Karena pengalamannya sangat banyak. Pengalaman yang ditempa oleh berbagai keadaan semenjak masa bayi hingga beranjak dewasa.
Kelak saat memimpin negara RI sebagai seorang presiden, Soeharto juga tak banyak bicara. Disusunnya rencana pembangunan bersama menteri-menteri terpilih yang duduk di setiap kabinetnya. Ilmu diam ini membuat kewibawaan Soeharto justru meningkat dan disegani bukan hanya di dalam negeri, melainkan pula mendapat pengakuan dari dunia internasional sebagai presiden yang dapat menjaga stabilitas negara selama puluhan tahun. Dengan adanya stabilitas negara yang terjaga, Soeharto mampu menjalankan rencana pembangunan sesuai dengan ketentuan yang disusun bersama para menteri pembantunya.



Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: