IRIT BICARA RAJIN BEKERJA
Semenjak muda, Soeharto identik
dengan sikap diam dan bahkan cenderung dingin. Hal ini karena memang Soeharto
irit sekali bicara. Dalam berbagai falsafah hidup yang dianutnya, tampak
Soeharto lebih mementingkan tindakan, perbuatan nyata dan karya daripada hanya
sekadar pembicaraan. Tak salah ketika sampai menjadi seorang presiden, Soeharto
juga tak tampak mahir berpidato. Sikap diam Soeharto bukan karena dia tak
mengerti tentang hal-hal yang sedang hangat, melainkan lebih pada pembawaan dan
lingkungan masa kecilnya sebagai seorang anak yang ikut orang untuk berperilaku
baik sehingga mendapat perlakuan yang baik pula.
Rame ing gawe, sepi ing pamrih. Bekerja dengan
karya nyata dan melepaskan diri dari keinginan untuk mengambil keuntungan
pribadi atas apa yang telah dilakukan merupakan satu hal yang mencoba untuk
dipegang oleh Soeharto. Demikian pula ada satu pepatah Jawa yang apabila
diartikan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira menyatakan bahwa lebih baik
melakukan satu kebaikan daripada berbicara tentang seribu kebaikan. Soeharto
tak banyak bicara, menjaga sopan santun menjaga senyum dan menjaga kata-kata
yang keluar dari bibirnya agar tetap nyaman didengar serta membawa manfaat bagi
sesama. Meskipun nanti saat beranjak tua, Soeharto lebih terlihat sebagai sosok
yang otoriter. Hal tersebut bukan lantas soeharto sudah tidak ngugemi atau
menjaga falsafah hidup yang selalu dipegangnya, tetapi karena memang dia merasa
telah cukup usia, telah beranjak menjadi tua, menjadi ratu yang semasa kecil
dia pun mengharuskan dirinya untuk menghormati kesemuanya itu. Menghormati Tuhan,
guru, ratu dan orangtua. Jadi saat Soeharto beranjak tua, pemikirannya generasi
muda selayaknya menempatkannya ebagai orangtua dan bukan sebagai musuh bagi
mereka.
Lebih banyak bekerja daripada
bicara ini buktikan oleh Soeharto remaja dengan pilihannya untuk mencari kerja
setelah putus sekolah lanjutan pertama di Muhammadiyah Yogyakarta. Saat
anak-anak muda mulai melakukan aksi protes kepada Pemerintah Hindia Belanda dan
melakukan gerakan perjuangan merebut kemerdekaan dengan cara masing-masing,
Soeharto justru bekerja sebagai pembantu klereg pada bank desa. Setelah
mengalami hambatan sebagai pembantu klereg, Soeharto sempat beberapa kali
melakukan kerja sosial dengan membangun masjid, waduk, sampai lumbung secara
gotong rorong dengan penduduk desanya. Soeharto tak pernah bisa duduk diam dan
meratapi nasibnya saja. Soeharto gigih bekerja dan membangun sebisanya. Apa
yang bisa dibantunya di desa dikerjakannya, ringan tangan inilah yang akan
membawa pada kesuksesannya di masa mendatang. Tak sekadar slogan dan
pembicaraan, tapi kerja nyata.
Saat pemuda-pemuda melakukan aksi
protes kepada Belanda, Soeharto justru bekerja sebagai KNIL di bawah pimpinan
Belanda. Apakah Soeharto tak ingin Indonesia merdeka? Tentu saja setiap orang
Indonesia menginginkannya, tetpi Soeharto tetaplah kalem menghadapinya. Baginya
menempa diri untuk mandiri didahulukan sambil mempelajari taktik perang yang
dilancarkan oleh Belanda. Saat harus membela negara, Soeharto nyatanya telah
menguasai taktik perang yang diajarkan Belanda sebelum dia resmi bergabung
dengan KNIL dan taktik perang yang diajarkan Jepang saat dia bergabung dengan
PETA.
Tekad kuat Soeharto untuk
mengubah nasib dari seorang anak desa yang hidupnya jauh dari kemewahan menjadi
orang yang cukup diperhitungkan memang berbuah manis. Dengan keteguhan dan
ketangguhan usaha disertai doa yang terus dipanjatkannya sebagai wujud
penghormatan terhadap Gusti Allah, cita cita Soeharto muda dikabulkan oleh-Nya.
Soeharto yang anak Desa Kemusuk dan besar di Wuryantoro menjadi orang nomor satu
di negara Indonesia, menjadi presiden RI sampai puluhan tahun lamanya. Kemudian
hidup yang diperolehnya merupakan buah dari kekrja keras dari dua puluh tahun
pertama kehidupannya yang penuh liku dan masih menjadi kontroversi sampai saat
ini. Keberhasilan Soeharto juga membuka mata semua orang bahwa bukan hanya
mereka yang pandai saja yang bisa meraih cita-citanya, melainkan mereka yang
cerdas, yang cerdik, yang sabar dalam melangkah juga bisa menggapai apa yang
diinginkan. Soeharto bukan lulusan Akademi Militer karena dia hanya sekolah
formal sampai setingkat SMP. Akan tetapi, Soeharto mampu menjadi seorang
jenderal. Karena pengalamannya sangat banyak. Pengalaman yang ditempa oleh
berbagai keadaan semenjak masa bayi hingga beranjak dewasa.
Kelak saat memimpin negara RI
sebagai seorang presiden, Soeharto juga tak banyak bicara. Disusunnya rencana
pembangunan bersama menteri-menteri terpilih yang duduk di setiap kabinetnya.
Ilmu diam ini membuat kewibawaan Soeharto justru meningkat dan disegani bukan
hanya di dalam negeri, melainkan pula mendapat pengakuan dari dunia
internasional sebagai presiden yang dapat menjaga stabilitas negara selama
puluhan tahun. Dengan adanya stabilitas negara yang terjaga, Soeharto mampu
menjalankan rencana pembangunan sesuai dengan ketentuan yang disusun bersama
para menteri pembantunya.
0 Comments: