Kontroversi Seputar Kepemimpinan Soeharto

November 16, 2017 0 Comments




Soeharto memang penuh kontroversi. Dari mulai penyerahan Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret di tahun 1966 sampai kemudian memangku jabatan sebagai presiden tak henti kontroversi menghampirinya. Namun, siapa pun pimpinan di negara ini memang akhirnya menemukan kontroversinya masing-masing. Soekarno sang bapak proklamator bangsa pun tak lepas dari kontroversi saat di tahun 1965 tak mau membubarkan PKI. Demonstrasi mahasiswa yang menuntut TRITUR, yaitu Bubarkan PKI, Bersihkan kabinet dari unsur G 30 S dan Turunkan harga menjadi satu kontroversi saat Soekarno tetap ingin menjadi pimpinan bijak yan gmerangkul seluruh dunia. Siapa pun memang tak suak dengan bangsa Barat yang cenderung menjadi penjajah bagi bangsa Timur, namun ideologi Pancasila yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa di deretan pertama tampaknya juga sulit untuk berkompromi dengan ideologi komunis.
Dibalik berbagai keberhasilan Soeharto membangun bangsa Indonesia dari keadaan defisit ke dalam keadaan normal dan bahkan pernah surplus tentu juga menyisakan beberapa kesalahan yang kemudian menjadi kontroversi tersendiri. Berikut beberapa cacatan kontroversi terkait dengan kepemimpinan Soeharto
1.    Menegakkan stabilitas keamanan di atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam trilogi pembangunan yang dicanangkan oleh Soeharto saat menjabat presiden, stabilitas keamanan merupakan hal pertama yang diusahakan agar dapat tercapai pembangunan yang diinginkan. Untuk menciptakan stabilitas keamanan, banyak pelanggaran HAM yang dirasa menjadi kontroversi.
· Cara-cara Soeharto melakukan stabilitas suasana sosial dan politik setelah peristiwa G 30 S di tahun 1965 dinilai sangat ceroboh dan melanggar HAM. Saat memperoleh Supersemar, memang Soeharto dinilai telah menjalankan wewenang di luar batas. Bahkan, Soekarno sendiri telah menegur apa yang dilakukan oleh Soeharto terutama terkait dengan pembubaran PKI dan pembesihan kabinet dari unsur G 30 S. Namun, Soeharto berdalih bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai rule. Jika Soekarno tak menyetujuinya, Soeharto tak akan bertanggung jawab terhadap keadaan Negara Indonesia terutama stabilitas keamanan yang benar-benar kacau sehingga memengaruhi bidang lain. Pelanggaran HAM dalam menghapus PKI dan menangkap semua simpatisannya ini menajdi catatan hitam bagi sejarah terbentuknya orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Apalago banyak yang mencatat bahwa penanganan PKI dan simpatisannya di Indonesia di dalangi oleh bantuan CIA kepada pihak Soeharto.
· Penanganan terhadap beberapa gerakan separatis atau pemberontakan di Aceh, Timor-Timur, Papua dan beberapa daerah lain di Indonesia dirasakan tidak mengindahkan HAM. Seoharto memang tak pernah sedikit pun membuka jalan bagi pemberontak untuk bernapas di Indonesia. Soeahrto yang dilatarbelakangi karier militer menggunakan cara-cara ala militer pula untuk menangani segala pemberontakan untuk melepaskan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konon inilah kontroversi tentang pelanggaran HAM semakin meninngkat. Menurut Soeharto, penanganan secara militer merupakan satu-satunya cara apabila perundingan dan komunikasi tak bisa dijalankan. Hal ini tampak dari terpisahnya Timor-Timur dari Indonesia saat Soeharto tak lagi menjabat sebagai presiden.
· Penanganan terhadap para penjahat yang dinilai terlalu berlebihan serta melanggar HAM. Mencuatnya kasus petrus atau penembakan misterius menumbuhkan ketakutan yang sangat di kalangan penjahat dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Soeharto memang dengan tegas melegalkan tembak di tempat bagi para penjahat yang melawan saat ditangkap. Alasan Soeharto apabila mereka tak ditangani, kejahatan akan semakin merajalela di bumi Indonesia.
2.    Tindakan untuk membatasi keberadaan partai politik
Di era Soeharto, banyaknya partai politik dinilai menghambat rencna pembangunan yang dibuatnya. Oleh karena itu, dipangkasnya partai politik hanya menjadi tiga, yaitu PPP, Golkar dan PDI. Dengan mengambil alasan tentang stabilitas politik, Soeharto dan para pembantunya merasa berhak melakukan fusi atau pengelompokan partai politik menjadi hanya tiga golongan. Tindakan represif dilakukan terhadap sejumlah elemen yang merasa tidak sesuai dan kemudian melakukan unjuk rasa.
3.    Mengundang investasi dengan otoritas
Soeharto pernah dijuluki koppig atau keras kepala oleh Soekarno. Hal ini terkait keinginan dan cara Soeharto menangani stabilitas nasional di era revolusi  tahun 1965. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Soeharto, terjadilah represif besar-besaran terhadap semua elemen mulai mahasiswa, media, sampai masyarakat umum yang ingin menyuarakan tuntutannya terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Soeharto. Pendapat Soeharto, apabila dia masih saja berkutat dengan stabilitas  nasional yang tak kunjung membaik, tentu saja modal domestik akan lari ke luar negeri dan modal/investasi luar negeri sulit untuk datang ke Indonesia.
4.    Korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela
Dengan alasan memelihara stabilitas keamanan, politik dan ekonomi, Soeharto dikatakan menggunakan berbagai cara yang pada akhirnya meletakkan demokrasi di tempat paling bawah untuk dijamah. Demi pertumbuhan ekonomi, Soeharto banyak memberikan kepercayaan pada orang-orang terdekatnya sehingga peluang untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme terbuka lebar.
5.    Mengutamanakan loyalis dan orang-orang kepercayaan
Dalam membentuk kabinet dan mencari kepala BUMN, Soeharto memiliki peranan yang mutlak. Pilihan Soeharto biasanya jatuh pada orng-orang yang loyal padanya dan bisa dipercaya olehnya. Soeharto lebih mementingkan bawahan dan mereka yang loyal daripada orang-orang pandai serta cakap menangani bidangnya. Selama Orde Baru, masyarakat tak perlu tahu kriteria keberhasilan kepemimpinan menteri-menteri pilihan Soeharto. Jika memang sang menteri masih loyal kepada Soeharto dapat dipastikan ia akan diangkat lagi sebagai menteri pada periode selanjutnya.
6.    Utang luar negeri terutama pada negara-negara Barat semakin meningkat
Perbaikan ekonomi di awal Orde Baru ditunjang oleh hubungan yang berangsur pulih antara Indonesia dengan negara-negara Barat. Hubungan ini beranjak menjadi semacam ketergantungan untang kepada negara-negara Barat tersebut. Di akhir kepemimpinannya Soeharto mewariskan utang yang sangat besar.
7.    Diperkirakan melakukan korupsi, menyelewengkan uang negara sebesar 15-35 miliar dolar US
Dengan berbekal ketujuh yayasan dan beberapa bisnis keluarganya, Soeharto diperkirakan melakukan penyelewengan kekuasaan dan uang negara yang sangat besar. Pengusutan terhadap kasus ini belum selesai disebabkan oleh sakitnya Soeharto dan menyusul meninggal pada 2008.
8.    Tindakan yang represif terhadap kaum oposisi, gerakan mahasiswa dan media
Soeharto terkenal sebagai presiden yang cenderung otoriter karena hampir semua lini pemerintahan ditangani olehnya, terutama dalam memilih pimpinan. Setiap adanya krutikan dari kaum oposisi selalu ditekan sehingga tak bersuara lagi, demikian pula dengan gerakan mahasiswa dan media yang dipasung demi menjaga stabilitas nasional. Kebebasan berpendapat tidak pernah ada kecuali untuk pendapat yang membela dan berpihak kepada Soeharto beserta keluarga dan para pembantunya.
9.    Penulisan sejarah yang memihak
Soeharto dikenal sebagai presiden yang kontroversial dan melakukan penulisan sejarah dengan memihak diri dan para pengikutnya. Mulai dari sejarah tentang serangan umum 11 Maret di tahun 1949, sejarah G30S di tahun 1965 dan berbagai sejarah lainnya. Versi berbeda tentang berbagai sejarah tersebut akhrnya muncul setelah Soeharto tak lagi menjabat sebagai presiden. Namun demikian, sampai sekarang kesimpangsiuran sejarah masih saja sulit untuk diluruskan, sejarah yang benar adanya dan mana yang perlu dibenahi karena pelaku sejarah serta saksi-saksi telah banyak yang meninggal dunia.





MUNDURNYA SOEHARTO DARI KURSI PRESIDEN


Mundurnya Soeharto dipicu adanya demonstrasi besar-besaran yang terjadi semenjak tahun 1997 samapi Mei 1998. Demonstrasi yang banyak dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat tersebut menuntut Soeharto mundur karena tekanan krisis ekonomi yang sangat menghimpit masyarakat Indonesia. Setelah melalui berbagai jalan yang sulit, akhirnya tuntutan para demonstran dipenuhi oleh Soeharto setelah didesak oleh ketua DPR/MPR Harmoko untuk mengundurkan diri di bulan Mei tahun 1998.
Saat mengundurkan diri, Soeharto menyampaikan pidato sebagai berikut.

Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional.
Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memerhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sanagt sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memerhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari kamis, 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI Prof. Dr. Ing BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.

Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: