Kontroversi Seputar Kepemimpinan Soeharto
Soeharto memang penuh kontroversi. Dari
mulai penyerahan Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret di tahun 1966 sampai
kemudian memangku jabatan sebagai presiden tak henti kontroversi
menghampirinya. Namun, siapa pun pimpinan di negara ini memang akhirnya
menemukan kontroversinya masing-masing. Soekarno sang bapak proklamator bangsa
pun tak lepas dari kontroversi saat di tahun 1965 tak mau membubarkan PKI.
Demonstrasi mahasiswa yang menuntut TRITUR, yaitu Bubarkan PKI, Bersihkan
kabinet dari unsur G 30 S dan Turunkan harga menjadi satu kontroversi saat
Soekarno tetap ingin menjadi pimpinan bijak yan gmerangkul seluruh dunia. Siapa
pun memang tak suak dengan bangsa Barat yang cenderung menjadi penjajah bagi
bangsa Timur, namun ideologi Pancasila yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa
di deretan pertama tampaknya juga sulit untuk berkompromi dengan ideologi
komunis.
Dibalik berbagai keberhasilan Soeharto
membangun bangsa Indonesia dari keadaan defisit ke dalam keadaan normal dan
bahkan pernah surplus tentu juga menyisakan beberapa kesalahan yang kemudian
menjadi kontroversi tersendiri. Berikut beberapa cacatan kontroversi terkait
dengan kepemimpinan Soeharto
1. Menegakkan stabilitas keamanan di atas
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam trilogi pembangunan yang dicanangkan oleh
Soeharto saat menjabat presiden, stabilitas keamanan merupakan hal pertama yang
diusahakan agar dapat tercapai pembangunan yang diinginkan. Untuk menciptakan
stabilitas keamanan, banyak pelanggaran HAM yang dirasa menjadi kontroversi.
·
Cara-cara Soeharto melakukan stabilitas suasana
sosial dan politik setelah peristiwa G 30 S di tahun 1965 dinilai sangat
ceroboh dan melanggar HAM. Saat memperoleh Supersemar, memang Soeharto dinilai
telah menjalankan wewenang di luar batas. Bahkan, Soekarno sendiri telah
menegur apa yang dilakukan oleh Soeharto terutama terkait dengan pembubaran PKI
dan pembesihan kabinet dari unsur G 30 S. Namun, Soeharto berdalih bahwa apa
yang dilakukannya sudah sesuai rule. Jika Soekarno tak menyetujuinya, Soeharto
tak akan bertanggung jawab terhadap keadaan Negara Indonesia terutama
stabilitas keamanan yang benar-benar kacau sehingga memengaruhi bidang lain.
Pelanggaran HAM dalam menghapus PKI dan menangkap semua simpatisannya ini
menajdi catatan hitam bagi sejarah terbentuknya orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto. Apalago banyak yang mencatat bahwa penanganan PKI dan simpatisannya
di Indonesia di dalangi oleh bantuan CIA kepada pihak Soeharto.
·
Penanganan terhadap beberapa gerakan separatis
atau pemberontakan di Aceh, Timor-Timur, Papua dan beberapa daerah lain di
Indonesia dirasakan tidak mengindahkan HAM. Seoharto memang tak pernah sedikit
pun membuka jalan bagi pemberontak untuk bernapas di Indonesia. Soeahrto yang
dilatarbelakangi karier militer menggunakan cara-cara ala militer pula untuk
menangani segala pemberontakan untuk melepaskan diri dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Konon inilah kontroversi tentang pelanggaran HAM
semakin meninngkat. Menurut Soeharto, penanganan secara militer merupakan
satu-satunya cara apabila perundingan dan komunikasi tak bisa dijalankan. Hal
ini tampak dari terpisahnya Timor-Timur dari Indonesia saat Soeharto tak lagi
menjabat sebagai presiden.
·
Penanganan terhadap para penjahat yang dinilai
terlalu berlebihan serta melanggar HAM. Mencuatnya kasus petrus atau penembakan
misterius menumbuhkan ketakutan yang sangat di kalangan penjahat dan
orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Soeharto memang dengan tegas
melegalkan tembak di tempat bagi para penjahat yang melawan saat ditangkap.
Alasan Soeharto apabila mereka tak ditangani, kejahatan akan semakin merajalela
di bumi Indonesia.
2. Tindakan untuk membatasi keberadaan partai
politik
Di era Soeharto, banyaknya partai politik dinilai menghambat
rencna pembangunan yang dibuatnya. Oleh karena itu, dipangkasnya partai politik
hanya menjadi tiga, yaitu PPP, Golkar dan PDI. Dengan mengambil alasan tentang
stabilitas politik, Soeharto dan para pembantunya merasa berhak melakukan fusi
atau pengelompokan partai politik menjadi hanya tiga golongan. Tindakan
represif dilakukan terhadap sejumlah elemen yang merasa tidak sesuai dan
kemudian melakukan unjuk rasa.
3. Mengundang investasi dengan otoritas
Soeharto pernah dijuluki koppig atau keras kepala oleh
Soekarno. Hal ini terkait keinginan dan cara Soeharto menangani stabilitas
nasional di era revolusi tahun 1965.
Selanjutnya pada masa kepemimpinan Soeharto, terjadilah represif besar-besaran
terhadap semua elemen mulai mahasiswa, media, sampai masyarakat umum yang ingin
menyuarakan tuntutannya terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan
Soeharto. Pendapat Soeharto, apabila dia masih saja berkutat dengan
stabilitas nasional yang tak kunjung
membaik, tentu saja modal domestik akan lari ke luar negeri dan modal/investasi
luar negeri sulit untuk datang ke Indonesia.
4. Korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela
Dengan alasan memelihara stabilitas keamanan, politik
dan ekonomi, Soeharto dikatakan menggunakan berbagai cara yang pada akhirnya
meletakkan demokrasi di tempat paling bawah untuk dijamah. Demi pertumbuhan
ekonomi, Soeharto banyak memberikan kepercayaan pada orang-orang terdekatnya
sehingga peluang untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme terbuka lebar.
5. Mengutamanakan loyalis dan orang-orang
kepercayaan
Dalam membentuk kabinet dan mencari kepala BUMN,
Soeharto memiliki peranan yang mutlak. Pilihan Soeharto biasanya jatuh pada
orng-orang yang loyal padanya dan bisa dipercaya olehnya. Soeharto lebih
mementingkan bawahan dan mereka yang loyal daripada orang-orang pandai serta
cakap menangani bidangnya. Selama Orde Baru, masyarakat tak perlu tahu kriteria
keberhasilan kepemimpinan menteri-menteri pilihan Soeharto. Jika memang sang
menteri masih loyal kepada Soeharto dapat dipastikan ia akan diangkat lagi
sebagai menteri pada periode selanjutnya.
6. Utang luar negeri terutama pada
negara-negara Barat semakin meningkat
Perbaikan ekonomi di awal Orde Baru ditunjang oleh
hubungan yang berangsur pulih antara Indonesia dengan negara-negara Barat.
Hubungan ini beranjak menjadi semacam ketergantungan untang kepada
negara-negara Barat tersebut. Di akhir kepemimpinannya Soeharto mewariskan
utang yang sangat besar.
7. Diperkirakan melakukan korupsi,
menyelewengkan uang negara sebesar 15-35 miliar dolar US
Dengan berbekal ketujuh yayasan dan beberapa bisnis
keluarganya, Soeharto diperkirakan melakukan penyelewengan kekuasaan dan uang
negara yang sangat besar. Pengusutan terhadap kasus ini belum selesai
disebabkan oleh sakitnya Soeharto dan menyusul meninggal pada 2008.
8. Tindakan yang represif terhadap kaum
oposisi, gerakan mahasiswa dan media
Soeharto terkenal sebagai presiden yang cenderung
otoriter karena hampir semua lini pemerintahan ditangani olehnya, terutama
dalam memilih pimpinan. Setiap adanya krutikan dari kaum oposisi selalu ditekan
sehingga tak bersuara lagi, demikian pula dengan gerakan mahasiswa dan media
yang dipasung demi menjaga stabilitas nasional. Kebebasan berpendapat tidak
pernah ada kecuali untuk pendapat yang membela dan berpihak kepada Soeharto beserta
keluarga dan para pembantunya.
9. Penulisan sejarah yang memihak
Soeharto dikenal sebagai presiden yang kontroversial
dan melakukan penulisan sejarah dengan memihak diri dan para pengikutnya. Mulai
dari sejarah tentang serangan umum 11 Maret di tahun 1949, sejarah G30S di
tahun 1965 dan berbagai sejarah lainnya. Versi berbeda tentang berbagai sejarah
tersebut akhrnya muncul setelah Soeharto tak lagi menjabat sebagai presiden.
Namun demikian, sampai sekarang kesimpangsiuran sejarah masih saja sulit untuk
diluruskan, sejarah yang benar adanya dan mana yang perlu dibenahi karena
pelaku sejarah serta saksi-saksi telah banyak yang meninggal dunia.
MUNDURNYA SOEHARTO DARI KURSI PRESIDEN
Mundurnya Soeharto dipicu adanya
demonstrasi besar-besaran yang terjadi semenjak tahun 1997 samapi Mei 1998.
Demonstrasi yang banyak dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat tersebut
menuntut Soeharto mundur karena tekanan krisis ekonomi yang sangat menghimpit
masyarakat Indonesia. Setelah melalui berbagai jalan yang sulit, akhirnya
tuntutan para demonstran dipenuhi oleh Soeharto setelah didesak oleh ketua
DPR/MPR Harmoko untuk mengundurkan diri di bulan Mei tahun 1998.
Saat mengundurkan diri, Soeharto
menyampaikan pidato sebagai berikut.
Sejak beberapa waktu terakhir, saya
mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi
rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut
dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib,
damai dan konstitusional.
Demi terpeliharanya persatuan dan
kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan
rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan
VII. Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi
tersebut tidak dapat terwujud karena adanya tanggapan yang memadai terhadap
rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan
reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak
dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan Kabinet Pembangunan VII
menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memerhatikan keadaan di atas,
saya berpendapat sanagt sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas
pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan
memerhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di
dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai
presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari kamis, 21 Mei
1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan
sebagai presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara pimpinan DPR dan juga
adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka
Wakil Presiden RI Prof. Dr. Ing BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu
jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat
selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih
dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa
Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.
Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan
VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena
keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan
DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan
melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.
0 Comments: