PERTEMUAN SPESIAL DENGAN IBU TIEN

November 11, 2017 0 Comments


RA Siti Hartinah
Raden Ayu Siti Hartinah, seorang gadis cantik yang mampu meluluhkan hati Soekarno sehingga kelak menjadi istrinya. Siti Hartinah lahir pada hari Rabu Kliwon tanggal 23 Agustus 1923. Putri kedua dari sembilan bersaudara ini berasal dari Temanggung Kulon, Solo. Siti Hartinah memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Siti Hartini, Sri hartanti dan Siti Hardjanti. Ayahnya adalah bangsawan keturunan Mangkunegoro III bernama Kanjeng Raden Mas Tumenggung Soemohardjomo. Ibunya adalah Raden Ajeng Hatmanti. Ayah dan ibu Siti Hartinah sama-sama keturunan Mangkunegoro III dan berada di level cicit/di bawah buyut. Saat Siti Hartinah lahir, ayahnya menjabat sebagai pamong praja “Mantri Gunung” di Desa Jaten Solo-Jawa Tengah. Dua tahun kemudian, RM Ng Soemohardjomo dipindah sebagai “Panewu Pangreh Praja”. Tahun 1928, Soemohardjono berpindah lagi ke Matesih, kemudian setelah dua tahun enam bulan dipindah lagi di Desa Kerjo. Semua masih di daerah Solo, sampai kemudian tahun 1933 RM Ng Soemohardjomo diangkat senagai Wedono di Wonogiri. Setelah lima tahun bertugas di Wonogiri maka tahun 1933, ayah Siti Hartinah berpindah menjadi Wedono di Wuryantoro. Di sinilah nanti Siti Hartinah pertama kali bertemu Soeharto saat masih sama-sama remaja muda. Namun, pertemuan di Wuryantoro rupanya membekas di hati keduanya secara tak sengaja.
Di waktu balita sekitar usia tiga tahun, dikisahkan oleh Siti Hartinah kepada Abdul Gafur dirinya pernah mengalami sakit yang amat keras sehingga bisa saja merenggut nyawanya sewaktu-waktu. Ayah dan ibunya telah mengusahakan pengobatan terbaik bagi putrinya tersebut, tetapi tak kunjung sembuh. Hingga suatu hari ibunya bermimpi memperoleh bisikan gaib untuk mengobati Siti Hartinah dengan daun jambu kluthuk/jambu biji. Setelah diobati denga daun jambu tersebut, Siti Hartinah berangsur pulih dari sakit. Takjubnya lagi, sewaktu sembuh,Siti Hartinah kecil meminta jajan pasar pada ibunya untuk kemudian minta pula jajan pasar tersebut dibuang ke kebun. Tak seekor ayam dan binatang lain yang menyentuh jajan pasar tersebut sampai akhir dipendam dalam tanah.
Bukan hanya peristiwa kesembuhannya yang membuat Siti Hartinah istimewa, melainkan permintaan kepada kedua orangtuanya untuk memperingati khaul atau hari meninggal nenek moyangnya, KGPAA Mangkunegoro III. Semenjak permintaan Siti Hartinah tersebut, khaul Mangkunegoro III selalu diperingati oleh seluruh keturunannya hingga saat ini. Dua peristiwa yang membuktikan bahwa semenjak balita Bu Tien memiliki kekuatan spiritual yang jarang ditemui pada orang lain. Batinnya peka dan mampu merasakan harmoni alam di sekitarnya. Nantinya, kekuatan ini banyak bermanfaat saat Bu Tien mendampingi sang suami selama puluhan tahun lamanya. Pada budaya Jawa, seorang perempuan istimewa dengan batin yang peka dan tangguh dalam mendampingi suami sehingga mendapatkan kesuksesan disebut perempuan “nariswari”. Perempuan pilihan semacam inilah yang nantinya dinikahi oleh Soeharto sehingga bisa menyatu dan mengangkat wibawa sang suami.
Sebagai seorang putri pamong praja atau pegawai pemerintahan yang sekaligus keturunan bangsawan jawa, Siti hartinah memiliki aturan tersendiri dalam berbicara, bersikap, sampai berbusana. Hal inilah yang membedakan Siti Hartinah dari gadis seusianya saat bertemu dengan Soeharto sewaktu masih sama-sama sekolah di Wuryantoro. Siti Hrtinah kebetulan sekelas dengan adik sepupu Soeharto, yaitu Sulardi putra Prawirowihardjo. Secara tak sengaja pula, latar belakang kehidupan Siti hartinah dan Soeharto hampir sama. Mereka berdua sama-sama sering berpindah tempat tinggal saat masih kecil sampai remaja. Ayah Siti Hartinah hampir tiap dua tahun berpindah tugas yang mengharuskan putri-putrinya berpindah sekolah juga. Nantinya hal ini ternyata menjadi bekal saat Bu Tien harus mendampingi Pak harto sebagai seorang prajurit yang sering berpindah-pindah tugas.
Aturan yang dikenakan pada Siti Hartinah menempa sang putri menjadi sosok yang lemah lembut, tetapi tangkas bekerja. Meskipun harus mengenakan kain dan kebaya saat pergi ke sekolah, nyatanya Siti Hartinah mampu aktif di berbagai organisasi yang diminatinya. Saat-saat tertentu Siti Hartinah boleh mengenakan rok yaitu ketika mengikuti latihan kepanduan putri Javaanshe Padvinder.
Meskipun berkedudukan sebagai bangsawan yang menjabat pamong praja sepanjang kariernya, RM Ng Soemohardjomo tak pernah memiliki gaya hidup berlebihan, apalagi meniru gaya hidup para Belanda yang suka minum, judi dan main perempuan. Soemohardjomo merupakan sosok pamong yang sederhana. Ibaratnya, gaji hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Anak sembilan tentu bukan beban yang ringan bagi seorang Wedono jujur yang mencoba menjalankan ajaran leluhurnya untuk selalu setia dan berbaur dengan alam sekitar. Siti Hartinah dan saudara-saudaranya selalu mendengar dan menaati nasihat kedua orangtuanya. Soemohardjomo sering mengatakan bahwa seseorang hendaknya selalu menghargai sesama. Karena setiap orang meiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga patut dihargai.
Sementara ibundanaya, medidik Siti Hartinah dengan rasa sayang dan mengajarkan berbagai keterampilan kewanitaan seperti memasak, membatik dan berperilaku luwes. Bagaimanapun tingginya sekolah dan derajat seorang perempuan, dalam tradisi Jawa mereka tetap menjadi konco wingking bagi suaminya kelak. Macak, masak dan manak tetap perlu dilakukan oleh perempuan Jawa modern sekalipun bermasyarakat dan berkarya tak lagi dibatasi. Bu Tien tumbuh menjadi sosok perempuan yang lembut, tetapi cermat, teliti, suka menolong orang lain, aktif dalam organisasi kemanusiaan seperti pandu dan palang merah, kreatif, idealis, imajinatif, kaya akan cipta, rasa dan karsa. Kesemua sifat tersebut tumbuh karena contoh dan kebiasaan yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Dengan berpedoman pada nasihat orangtuan, Bu Tien mampu mengemban tugasa sebagai pendamping presiden, kepala negara dan kepala pemerintahan RI selama puluhan tahun.
Ajaran serta nasihat orangtua Siti Hartinah bisa dijabarkan sebagai berikut.
1.    Nasihat untuk tidak membeda-bedakan orang karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri.
2.    Ajaran tata krama, sopan santun, luwes, andap asor ala perempuan Jawa yang sedap dipandang dan kelak sangat membantu suaminya.
3.    Ajaran untuk teliti, cermat dan hemat dari sang ayah yang selaku menyerahkan penyusunan uang dari gaji seorang wedono.
4.    Ajaran memasak dan membatik sebagai seorang perempuan yang menempa kehalusan budi pekerti dan ketaatan kepada suami.
5.    Meneladani ajaran mangkunegoro III yang diungkapkan oleh RM Haryo Sawanto Wiryo Saputro (buyut dalem), yaitu Panca Mutiara:
· Mantep
Diartikan dengan adanya kemantapan, kesetiaan, loyalitas dan integritas. Seseorang yang mantep hatinya selalu memegang teguh pada moralitas, mengabdi tanpa pamrih, memiliki janji dan sumpah yang ditepati. Kesetiaan kepada Guti Allah, kepada keluarga dan masyarakat serta alam sekitar membaut kemantapan hati kian menuai hasil nyata dalam kebaikan.
· Temen
Diartikan sebagai benar-benar, jujur dan memiliki sifat amanah. Sifat temen ini bahkan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Sebagai seorang rasul dan panutan umat Muslim. Keluarga Mangkunegoro termasuk dalam kerajaan Mataram Islam yang tentu saja meneladaninya. Kata bohong, menipu dan mengada-ngada tak ada dalam kamus seseoang yang temen.
· Gelem Nglakoni
Diartikan sebagai mau melakukan, mau bekerja, bukan hanya bicara dan menuntut kian kemari. Ketika seseorang memiliki tugas dan pekerjaan, baik diawasi atau tidak dia akan dengan senang hati melakukannya.
· Aja Gumunan
Aja Gumunan juga diteladani oleh Soeharto dari para pengasuh di sekitarnya, terutama Prawirowihardjo. Sifat aja gumunan yang diartikan sebagai jangan suka keheranan. Karena sikap mudah heran akan bermuara pada sifat iri hati. Mereka yang beruntung, yang mendapatkan pangkat, kekayaan dan kesuksesan lebih cepat tentu memiliki kelebihan dibadingkan orang lainnya. Siapa yang memberi kelebihan tersebut jika bukan Allah Swt.
· Aja Kagetan
Aja kagetan juga diugemi oleh Soeharto sebagai falsafah hidupnya. Mengandung arti jangan suka terkejut ketika melihat, merasa dan mengalami kejadian apa pun. Seseorang yang tak mudah heran dan tak mudah terkejut akan memiliki keteguhan hati yang lebih baik, memiliki kepercayaan diri tinggi, serta usaha tanpa henti untuk melakukan yang terbaik yang bisa dilakukannya. Saat seseorang mampu melakukan hal-hal tersebut, dia akan menjadi orang yang kuat.

Demikian ajaran dan nasihat yang diterima dan selalu diugemi atau dipegang teguh oleh Bu Tien dalam menjalani kehidupannya semenjak kecil hingga dewasa dan menjadi tua. Bu Tien, sebagai istri penguasa tak merasa menguasai. Sifatnya tetap bersahaja meskipun ide cemerlangnya selalu keluar dari pemikirannya yang dalam. Seperti saat Bu Tien mengusulkan membangun Taman Mini Indonesia Indah. Banyak pihak menyatakan bahwa proyek tersebut adalah ambisi pribadi Bu Tien, proyek yang menghabiskan banyak biaya dan mengeruk harta rakyat. Namun setelah Taman Mini Indonesia Indah benar-benar berdiri, siapa pun akan kagum serta menjadi lebih tahu sosok Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pun ketika Timor Timur sudah tak lagi bergabung dengan Indonesia dan menjadi Negara Timor Leste, seluruh rakyat Indonesia akan dapat mengenangnya menjadi satu bagian dan budaya bangsa yang hilang.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: